MENWA POTENSI PERTAHANAN YANG TERABAIKAN
Oleh Letkol.Inf. Rachmad PS, S.IP,.M.Si
Mahasiswa Indonesia,
seperti juga mahasiswa di negara-negara lain merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari masyarakat bangsa, khususnya dari golongan
pemuda. Kemajuan-kemajuan yang dicapai melukiskan kemajuan bangsa,
prestasinya adalah prestasi bangsa. Sebaliknya jika universitas dan
mahasiswa mundur, itu juga merupakan pencerminan yang jelas dari
masyarakat bangsa.
Pada hampir semua belahan dunia, mahasiswa
selalu menjadi unsur yang sangat penting dari perkembangan bagsa dan
negara. Mahasiswa dipandang sebagai angkatan muda yang paling banyak
memberikan harapan hari depan. Mahasiswa memiliki dinamika, militansi, keberanian, kejujuran, kerelaan berkorban. Ada
satu lagi kekhususan mahasiswa, yaitu memiliki kecerdasan otak dan
kemampuan berpikir tinggi yang didapatnya dari pendidikan-pendidikan
sebelumnya secara berturut-turut. Artinya
perbedaan yang ada hanyalah pada pendidikan, yang menyebabkan mahasiswa
berpikir secara ilmiah dari yang bukan mahasiswa. Dengan kelebihannya ini mahasiswa bisa menjadi agent of change
di kalangan masyarakat yang ada di sekitarnya, demikian halnya jika
mahasiwa turut terlibat dalam permasalahan bangsa dan negara, termasuk
di dalam upaya bela negara mahasiswa yang bernaung di dalam lembaga
Resimen Mahasiswa (Menwa).

Tradisi perjuangan
Resimen Mahasiswa lahir dari sebuah sejarah panjang dengan tradisi yang terbangun dari tradisi yang hidup dalam masyarakat. Pertama
adalah tradisi nasional adalah tradisi tentara pelajar pejuang, yaitu
tradisi Tentara Pelajar (TP) dan Corps Mahasiswa (CP), yaitu tradisi
meninggalkan bangku sekolah untuk berjuang di bidang pertahanan negara. Resimen
Mahasiswa lahir dari suasana negara yang tidak menentu pada akhir tahun
1950-an, suasana perang kemerdekaan juga masih mewarnai semangat
pemuda/mahasiswa saat itu. Dalam suasana seperti ini, berbagai
organisasi pemuda, pelajar dan mahasiswa yang ada saat itu tumbuh dengan
semangat “Perang Kemerdekaan”. Tidak heran jika waktu itu wajib latih
militer menjadi bagian kehidupan pemuda, pelajar dan mahasiswa. Terutama bagi mereka yang tergabung dalam berbagai organisasi mobilisasi massa seperti Tentara Pelajar dan Corps Mahasiswa yang menjadi cikal bakal Menwa.
Keberadaan Menwa di kampus sebagai potensi pertahanan
negara cukup eksis dengan berbagai payung hukum yang melindunginya
selama ini. Skep Bersama oleh Menteri Perguruan
Tinggi Ilmu Pengetahuan (PTIP) dan Wanpa Hankam yang menggambarkan pokok
pikiran pada masa itu, yaitu Nomor M/A/20/ 1963 tentang Wajib Latih
Mahasiswa (Walawa) dan pembentukan Menwa. Dua tahun kemudian ke luar
Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menko Hankam dan Menteri PTIP
Nomor : M/A/165/1965 dan Nomor 2/ PTP/1965 tentang Organisasi dan
Prosedur Resimen mahasiswa. Tahun
1975, dikeluarkanlah SKB tiga menteri tentang pembinaan organisasi
Resimen Mahasiswa dalam rangka mengikutsertakan rakyat dalam pembelaan
negara. Keputusan itu pertama kali dimuat dalam SKB Menhankam
Pangab/Mendikbud/Mendagri No. Kep/39/XI/1975, 0246a/U/1975, 247/A/1975
tanggal 11 November 1975. Sedangkan Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan
Organisasi Menwa baru dikeluarkan tanggal 19 Januari 1978 dalam SKB
Menhankam/Pangab Nomor Kep/021/1978, 05a/ U/1978, 17A/1978.
Perlu revitalisasi payung hukum
Seiring dengan semakin banyaknya kritik tentang Menwa,
pemerintah pada tanggal 11 Desember 1994 kembali menerbitkan Surat
Keputusan Bersama (SKB) tentang pembinaan Menwa. Pemerintah
memandang bahwa Menwa masih dianggap fungsional, dan SKB ini sebenarnya
hanya meneruskan SKB yang ada sebelumnya. Namun ada perbedaan mendasar
dari SKB 1994 ini adalah menyangkut tanggung jawab pembinaan, dimana
dalam SKB 1994 Menwa secara tegas dinyatakan sebagai Rakyat Terlatih. Memasuki era reformasi dan menguatnya tuntutan pembubaran Menwa, maka dalam sebuah rapat Pembantu Rektor III Perguruan Tinggi se-Indonesia pada pertengahan Mei 2000, diputuskan
untuk meninjau kembali keberadaan Menwa. Namun mengingat pentingnya
peran Menwa di kampus, terlebih perannya dalam menanamkan wawasan
kebangsaan, khususnya bela negara di kalangan pemuda/mahasiswa, maka
keberadaan Menwa tetap dipertahankan dengan menyesuaikan perubahan
paradigma yang berkembang. Hal ini selanjutnya tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SJB) Menhan
Nomor : KB/14/M/X/2000, Mendagri dan Otda Nomor : 6/U/KB/200 dan
Mendiknas Nomor : 39 A TAHUN 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan
Resimen Mahasiswa.
Surat Keputusan
Bersama tahun 2000 tentang Pembinaan dan Pemberdayaan Resimen Mahasiswa
adalah aturan terakhir yang mengatur tentang Menwa, dimana SKB masih mengacu pada Undang Undang No. 20 tahun
1982 tentang Pokok Pokok Pertahanan Negara sebagai “rohnya”. Namun
“roh” dari Surat Keputusan Bersama tahun 2000 tersebut saat ini telah
hilang seiring bergantinya UU Pertahanan, yaitu UU No. 3 tahun 2002
tentang Pertahanan Negara. SKB tahun 2000 seharusnya direvisi kembali
dengan mengacu pada UU Pertahanan yang baru, yaitu UU No. 3 tahun 2002.
Terjadi kegamangan dalam pembinaan Menwa, dan sangat beralasan jika
Menwa saat ini kehilangan pijakan payung hukum, karena SKB yang
mengaturnya sendiri telah kehilangan “roh” terkait UU Pertahanan yang
melandasinya. Oleh karena itu revitalisasi payung hukum menyangkut
pembinaan Menwa menjadi sesuatu yang harus segera dilakukan saat ini,
sehingga peran dan fungsi Menwa ke depan bisa lebih tertata, terutama
mengatur kontribusi Menwa dalam upaya bela negera.

Harus survive dalam situasi apapun
Menwa lahir dari sebuah sejarah panjang Indonesia dalam menghadapi berbagai ancaman baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Harus diakui bahwa keberadaan organisasi Menwa sempat mengalami pasang surut sesuai dinamika perkembangan situasi politik Indonesia. Menwa berkembang dari sebuah organisasi yang didasarkan pada kesadaran bela negara di kalangan kampus yang sangat berpengaruh pada masa Orde Baru, hingga munculnya berbagai tuntutan pembubaran seiring gelombang reformasi. Saat itu banyak kalangan menganggap Menwa terlalu dekat dengan militer (bahkan dituduh sebagai kaki tangan militer di kampus), sehingga tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang dibangun di kampus.
Ini adalah tantangan yang bukan hanya harus dihadapi Menwa, tetapi juga
oleh para penyelenggara negara yang berhubungan langsung dengan Menwa.
Sebagai lembaga intra kampus yang mengabdikan diri di bidang bela
negara, Menwa jelas tidak dapat membangun dirinya sendiri tanpa adanya
dukungan dari pihak-pihak terkait, khususnya dari Kemendiknas dan
Kemenhan.
Mencermati
perkembangan Menwa dan perubahan paradigma politik di tanah air, ada
kecenderungan bahwa eksisensi Menwa semakin surut di banyak perguruan
tinggi, baik dilihat dalam pola pembinaan, jumlah anggota, aktivitas
kegiatan, peran maupun dukungan dari instansi terkait. Kondisi
ini memang kurang menguntungkan untuk perkembangan Menwa, namun
realitas ini harus dihadapi Menwa dengan terus melakukan langkah-langkah
yang bisa dilakukan untuk memelihara eksistensi Menwa sebagai potensi
bela negara di kalangan generasi muda, tanpa harus menunggu adanya
kejelasan payung hukum. Yang penting saat ini bagi Menwa adalah terus
berkarya memberikan subangan nyata untuk kepentingan negara dan
masyarakat, sehingga keberadaan Menwa bisa memberikan menfaat bagi
masyarakat sekelilingnya. Yakinkan bahwa setiap kegiatan positif yang
dilakukan Menwa akan senantiasa mendapatkan apresiasi dari masyarakat maupun pemerintah.
Kegiatan positif Menwa
seperti keikutsertaan dalam penanggulangan bencana alam, pelibatan
dalam SAR, aktivitas di bidang bela negara dsb, sejauh ini telah
mengangkat nama Menwa dan semakin meyakinkan bahwa keberadaan Menwa
memang diperlukan. Sebenarnya masih banyak institusi yang peduli dengan
Menwa mereka siap untuk mendorong Menwa bergerak maju, tinggal bagaimana
Menwa menangkap momentum ini. Sebagai prajurit Kopassus, penulis
merasakan bahwa Kopassus selama ini sangat peduli dengan Menwa, sejumlah
kegiatan Menwa telah dilaksanakan dan difasilitasi oleh Kopassus.
Berbagai kursus seperti Suskalak dan Suskapin Menwa yang terhenti
pelaksanaannya sejak reformasi berhasil dilaksanakan di Kopassus, bahkan
sudah 2 kali dilaksanakan (tahun 2007 dan 2012). Menwa juga
diikutsertakan dalam kegiatan berskala nasional seperti ekspedisi Bukit
Barisan (tahun 2011) dan ekspedisi Katulistiwa (tahun 2012).
Menjadi penting kiranya bahwa Menwa harus terus berkarya dan menunjukkan kepada pihak luar, bahwa dalam situasi apapun Menwa akan selalu memberikan sumbangsih nyata untuk kemajuan negara. Widya Castrena Dharma Siddha….